Tata Cara Shalat Malam dan Witir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Tarawih merupakan bentuk jamak dari kata tarwihah. Secara bahasa berarti jalsah (duduk). Kemudian perbuatan duduk pada bulan Ramadhan setelah selesai shalat malam 4 rakaat disebut tarwihah; karena dengan duduk itu orang-orang bisa beristirahat setelah lama melaksanakan qiyam Ramadhan.
Menegakkan Shalat malam atau tahajud atau tarawih dan shalat witir
di bulan Ramadhan merupakan amalan yang sunnah. Bahkan orang yang
menegakkan malam Ramadhan dilandasi dengan keimanan dan mengharap
pahala dari Allah akan diampuni dosa-dosa yang telah lalu.
Sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«مَنْ قاَمَ رَمَضَانَ إِيـْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ »
“Siapapun yang menegakkan bulan Ramadhan dengan keimanan dan
mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu.” (HR. Muslim 1266)
Pada asalnya shalat sunnah malam hari dan siang hari adalah satu
kali salam setiap dua rakaat. Berdasarkan keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah shalat malam itu?” Beliau menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
“Dua rakaat – dua rakaat. Apabila kamu khawatir mendapati subuh, maka hendaklah kamu shalat witir satu rakaat.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang lain dikatakan:
« صَلاَةُ اللَّيْلِ وَ النَّهَارِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ »
“Shalat malam hari dan siang hari itu dua rakaat – dua rakaat.” (HR Ibn Abi Syaibah) (At-Tamhiid, 5/251; Al-Hawadits, 140-143; Fathul Bari’ 4/250; Al-Muntaqo 4/49-51)
Maka jika ada dalil lain yang shahih yang menerangkan berbeda dengan
tata cara yang asal (dasar) tersebut, maka kita mengikuti dalil yang
shahih tersebut. Adapun jumlah rakaat shalat malam atau shalat tahajud
atau shalat tarawih dan witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah lebih dari 11 atau 13 rakaat.
Shalat tarawih dianjurkan untuk dilakukan berjamaah di masjid karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
juga melakukan hal yang sama walaupun hanya beberapa hari saja. Hal
ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir rahimahullah, ia berkata:
“Kami melaksanakan qiyamul lail bersama Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada malam 23 Ramadhan sampai sepertiga malam.
Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan sampai
separuh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan
sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” (HR. Nasa’i, Ahmad, Al-Hakim, Shahih)
Beserta sebuah Hadits dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu dia berkata:
Kami puasa tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (tarawih) hingga Ramadhan tinggal tujuh hari lagi, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengimami kami shalat sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau
tidak keluar lagi pada malam ke enam (tinggal 6 hari lagi – pent). Dan
pada malam ke lima (tinggal 5 hari – pent) beliau memimpin shalat lagi
sampai lewat separuh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’, maka beliau bersabda:
« مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتىَّ يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ »
“Barang siapa shalat tarawih bersama imam sampai selesai maka ditulis baginya shalat malam semalam suntuk.”
Kemudian beliau tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadhan tinggal
tiga hari. Maka beliau memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau
mengajak keluarga dan istrinya. Beliau mengimami sampai kami khawatir
tidak mendapatkan falah. Saya (perowi) bertanya ‘apa itu falah?’ Dia
(Abu Dzar) berkata ‘sahur’. (HR. Nasa’i, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud,
Ahmad, Shahih)
Hadits itu secara gamblang dan tegas menjelaskan bahwa shalat
berjamaah bersama imam dari awal sampai selesai itu sama dengan shalat
sendirian semalam suntuk. Hadits tersebut juga sebagai dalil
dianjurkannya shalat malam dengan berjamaah.
Bahkan diajurkan pula terhadap kaum perempuan untuk shalat tarawih
secara berjamaah, hal ini sebagaimana yang diperintahkan oleh khalifah
Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu yaitu beliau memilih Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam untuk kaum lelaki dan memilih Sulaiman bin Abu Hatsmah radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi imam bagi kaum wanita.
Tata Cara Shalat Malam
Perlu kita ketahui bahwa tata cara shalat malam atau tarawih dan shalat witir yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
itu ada beberapa macam. Dan tata cara tersebut sudah tercatat dalam
buku-buku fikih dan hadits. Tata cara yang beragam tersebut semuanya
pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum. Semua tata cara tersebut adalah hukumnya sunnah.
Maka sebagai perwujudan mencontoh dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
maka hendaklah kita terkadang melakukan cara ini dan terkadang
melakukan cara itu, sehingga semua sunnah akan dihidupkan. Kalau kita
hanya memilih salah satu saja berarti kita mengamalkan satu sunnah dan
mematikan sunnah yang lainnya. Kita juga tidak perlu membuat-buat tata
cara baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengikuti tata cara yang tidak ada dalilnya.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Beliau membuka shalatnya dengan shalat 2 rakaat yang ringan.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang.
- Kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan tiap rakaat yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya hingga rakaat ke-12.
- Kemudian shalat witir 1 rakaat.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Zaid bin Kholid al-Juhani, beliau berkata: “Sesungguhnya
aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat
malam, maka beliau memulai dengan shalat 2 rakaat yang ringan, Kemudian
beliau shalat 2 rakaat dengan bacaan yang panjang sekali, kemudian
shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat sebelumnya,
kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek dari rakaat
sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang lebih pendek
dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat 2 rakaat dengan bacaan yang
lebih pendek dari rakaat sebelumnya, kemudian shalat witir 1 rakaat.” (HR. Muslim)
Faedah, Hadits ini menjadi dalil bolehnya shalat iftitah 2 rakaat sebelum shalat tarawih.
Shalat tarawih sebanyak 13 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir langsung 5 rakaat sekali salam.
Hal ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasa melakukan tidur malam, maka apabila beliau bangun dari tidur
langsung bersiwak kemudian berwudhu. Setelah itu beliau shalat delapan
rakaat dengan bersalam setiap 2 rakaat kemudian beliau melakukan shalat
witir lima rakaat yang tidak melakukan salam kecuali pada rakaat yang
kelima.”
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 10 rakaat dengan sekali salam setiap 2 rakaat.
- Kemudian melakukan shalat witir 1 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و سلّم
يُصَلىِّ فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاَةِ الْعِشَاءِ – وَ
هِيَ الَّتِي يَدْعُوْ النَّاسُ الْعَتَمَةَ – إِلىَ الْفَجْرِ إِحْدَى
عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلَّمُ بَيْنَ كُلّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوْتِرُ
بِوَاحِدَةٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan
shalat malam atau tarawih setelah shalat Isya’ – Manusia menyebutnya
shalat Atamah – hingga fajar sebanyak 11 rakaat. Beliau melakukan salam
setiap dua rakaat dan beliau berwitir satu rakaat.” (HR. Muslim)
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat 8 rakaat dengan sekali salam setiap 4 rakaat.
- Kemudian shalat witir langsung 3 rakaat dengan sekali salam.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata:
مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلّ الله عليه و
سلّم يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَ لاَ فِي غَيْرِهِ إِحْدَ عَشْرَةَ
رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا، فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَ
طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ
وَ طُوْلَـهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثاً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
menambah bilangan pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada bulan selain
Ramadhan dari 11 Rakaat. Beliau shalat 4 rakaat sekali salam maka
jangan ditanya tentang kebagusan dan panjangnya, kemudian shalat 4
rakaat lagi sekali salam maka jangan ditanya tentang bagus dan
panjangnya, kemudian shalat witir 3 rakaat.” (HR Muslim)
Tambahan: Tidak ada duduk
tahiyat awal pada shalat tarawih maupun shalat witir pada tata cara poin
ini, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal tersebut. Bahkan ada
larangan menyerupai shalat maghrib.
Shalat tarawih sebanyak 11 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung sembilan rakaat yaitu shalat langsung 8 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah, beliau berkata:
كُناَّ نُعِدُّ لَهُ سِوَاكَهُ وَ
طَهُوْرَهُ، فَيَـبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَـبْعَثَهُ مِنَ
الَّيْلِ، فَيَتَسَوَّكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يُصَلِى تِسْعَ رَكْعَةٍ لاَ
يَـجْلِسُ فِيْهَا إِلاَّ فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ
يَحْمَدُهُ وَ يَدْعُوْهُ، ثُمَّ يَنْهَضُ وَ لاَ يُسَلِّمُ ثُمَّ يَقُوْمُ
فَيُصَلِّى التَّاسِعَةَ، ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللهَ وَ يَحْمَدُهُ
وَ يَدْعُوْهُ ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيْمًا يُسْمِعْناَ ثُمَّ يُصَلِّى
رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ مَا يُسَلِمُ وَ هُوَ قَاعِدٌ (رواه مسلم)
“Kami dahulu biasa menyiapkan siwak dan air wudhu untuk Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, atas kehendak Allah beliau selalu bangun malam
hari, lantas tatkala beliau bangun tidur langsung bersiwak kemudian
berwudhu. Kemudian beliau melakukan shalat malam atau tarawih 9 rakaat
yang beliau tidak duduk kecuali pada rakaat yang kedelapan lantas
membaca pujian kepada Allah dan shalawat dan berdoa dan tidak salam,
kemudian bangkit berdiri untuk rakaat yang kesembilan kemudian duduk
tahiyat akhir dengan membaca dzikir, pujian kepada Allah, shalawat dan
berdoa terus salam dengan suara yang didengar oleh kami. Kemudian
beliau melakukan shalat lagi 2 rakaat dalam keadaan duduk.” (HR. Muslim 1233 marfu’, mutawatir)
Faedah, Hadits ini merupakan dalil atas:
- Bolehnya shalat lagi setelah shalat witir.
- Terkadang Nabi shalat witir terlebih dahulu baru melaksanakan shalat genap.
- Bolehnya berdoa ketika duduk tasyahud awal.
- Bolehnya shalat malam dengan duduk meski tanpa uzur.
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat dua rakaat dengan bacaan yang panjang baik dalam berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun kemudian shalat 2 rakaat lagi dengan bacaan yang panjang baik ketika berdiri, ruku’ maupun sujud kemudian berbaring.
- Setelah bangun shalat witir 3 rakaat.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
…ثُمَّ قَامَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ
فَأَطَالَ فِيْهْمَا الْقِيَامَ وَ الرُّكُوْعَ وَ السُّجُوْدَ ثُمَّ
انْصَرَفَ فَنَامَ حَتَّى نَفَغَ ثُمَّ فَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ
سِتُّ رَكَعَاتٍ كُلُّ ذَلِكَ يَشْتاَكُ وَ يَتَوَضَأُ وَ يَقْرَأُ
هَؤُلاَءِ الآيَاتِ ثُمَّ أَوْتَرَ بِثَلاَثٍ
Faedah, Hadits ini juga menjadi dalil kalau tidur membatalkan wudhu
Shalat tarawih sebanyak 9 rakaat dengan perincian sebagai berikut:
- Melakukan shalat langsung 7 rakaat yaitu shalat langsung 6 rakaat, tidak duduk kecuali pada rakaat yang ke-6 tanpa salam kemudian berdiri 1 rakaat lagi kemudian salam. Maka sudah shalat 7 rakaat.
- Kemudian shalat 2 rakaat dalam keadaan duduk.
Berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan Aisyah yang merupakan kelanjutan hadits no.5 beliau berkata: “Maka
tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah tua dan mulai
kurus maka beliau melakukan shalat malam atau tarawih 7 rakaat. Dan
beliau melakukan shalat 2 rakaat yang terakhir sebagaimana yang beliau
melakukannya pada tata cara yang pertama (dengan duduk). Sehingga
jumlah seluruhnya 9 rakaat.” (HR. Muslim 1233)
Disunnahkan pada shalat witir membaca surat “Sabbihisma…”
pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Ikhlas pada rakaat yang
kedua dan membaca surat al-Falaq atau an-Naas pada rakaat yang ketiga.
Atau membaca surat “Sabbihisma…” pada rakaat yang pertama dan membaca surat al-Kafirun pada rakaat yang kedua dan membaca al-Ikhlas pada rakaat yang ketiga.
Tata cara tersebut di atas semua benar. Boleh melakukan shalat malam
atau tahajud atau tarawih dan witir dengan cara yang dia sukai, tetapi
yang lebih afdhol adalah mengerjakan semua tata cara tersebut dengan
berganti-ganti. Karena bila hanya memilih satu cara berarti menghidupkan
satu sunnah tetapi mematikan sunnah yang lainnya. Bila melakukan semua
tata cara tersebut dengan berganti-ganti berarti telah menghidupkan
sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang banyak ditinggalkan oleh kaum Muslimin.
Adapun pada zaman Khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu Kaum
muslimin melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 rakaat, 13 rakaat, 21
rakaat dan 23 rakaat. Kemudian 39 rakaat pada zaman khulafaur rosyidin
setelah Umar radhiyallahu ‘anhu tetapi hal ini khusus di Madinah. Hal ini bukanlah bid’ah
(sehingga sama sekali tidak bisa dijadikan dalil untuk adanya bid’ah
hasanah) karena para sahabat memiliki dalil untuk melakukan hal ini
(shalat tarawih lebih dari 13 rakaat). Dalil tersebut telah disebutkan
di atas ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang shalat malam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
« مَثْنىَ مَثْنىَ فَإِذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ »
Pada hadits tersebut jelas tidak disebutkan adanya batasan rakaat
pada shalat malam baik di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan.
Batasannya adalah datangnya waktu subuh maka diperintahkan untuk
menutup shalat malam dengan witir.
Para ulama berbeda sikap dalam menanggapi perbedaan jumlah rakaat
tersebut. Jumhur ulama mendekati riwayat-riwayat tersebut dengan metode
al-Jam’u bukan metode at-Tarjih (Metode tarjih adalah
memilih dan memakai riwayat yang shahih serta meninggalkan riwayat
yang lain atau dengan kata lain memilih satu pendapat dan meninggalkan
pendapat yang lain. Hal ini dipakai oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam menyikapi perbedaan jumlah rakaat ini. Metode al-Jam’u
adalah menggabungkan yaitu memakai semua riwayat tanpa meninggalkan
dan memilih satu riwayat tertentu. Metode ini dipilih oleh jumhur ulama
dalam permasalahan ini). Berikut ini beberapa komentar ulama yang
menggunakan metode penggabungan (al-Jam’u) tentang perbedaan jumlah rakaat tersebut:
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Ia boleh shalat 20 rakaat sebagaimana yang masyhur dalam mazhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh shalat 36 rakaat sebagaimana yang ada dalam mazhab Malik. Boleh shalat 11 dan 13 rakaat. Semuanya baik, jadi banyak atau sedikitnya rakaat tergantung lamanya bacaan atau pendeknya.” (Majmu’ al-Fatawa 23/113)
- Ath-Thartusi berkata: “Para sahabat kami (malikiyyah) menjawab dengan jawaban yang benar, yang bisa menyatukan semua riwayat. Mereka berkata mungkin Umar pertama kali memerintahkan kepada mereka 11 rakaat dengan bacaan yang amat panjang. Pada rakaat pertama imam membaca 200 ayat karena berdiri lama adalah yang terbaik dalam shalat. Tatkala masyarakat tidak kuat lagi menanggung hal itu maka Umar memerintahkan 23 rakaat demi meringankan lamanya bacaan. Dia menutupi kurangnya keutamaan dengan tambahan rakaat. Maka mereka membaca surat Al-Baqarah dalam 8 rakaat atau 12 rakaat.”
- Imam Malik rahimahullah berkata: “Yang saya pilih untuk diri saya dalam qiyam Ramadhan adalah shalat yang diperintahkan Umar yaitu 11 rakaat itulah cara shalat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun 11 dekat dengan 13.
- Syaikh Abdul ‘Aziz bin Bazz berkata: “Sebagian mereka mengira bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 rakaat. Sebagian lain mengira bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 atau 13 rakaat. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, BAHKAN SALAH. Bertentangan dengan hadits-hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan bahwa shalat malam itu muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku yang tidak boleh dilanggar.”
Adapun kaum muslimin akhir jaman di saat
ini khususnya di Indonesia adalah umat yang paling lemah. Kita shalat
11 rakaat (Paling sedikit) dengan bacaan yang pendek dan ada yang
shalat 23 rakaat dengan bacaan pendek bahkan tanpa tu’maninah sama
sekali!!!
Doa Qunut dalam Shalat Witir
Doa qunut nafilah yakni doa qunut dalam shalat witir termasuk amalan sunnah
yang banyak kaum muslimin tidak mengetahuinya. Karena tidak
mengetahuinya banyak kaum muslimin yang membid’ahkan imam yang membaca
doa qunut witir. Kadang-kadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai qunut dalam shalat witir dan terkadang tidak. Hal ini berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَقْنُتُ فِي رَكْعَةِ الْوِتْرِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang membaca qunut dalam shalat witir.” (HR. Ibnu Nashr dan Daraquthni dengan sanad shahih)
يَجْعَلُهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ
“Beliau membaca qunut itu sebelum ruku.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah, Abu Dawud dan An-Nasa’i dalam kitab Sunanul Qubro, Ahmad,
Thobroni, Baihaqi dan Ibnu ‘Asakir dengan sanad shahih)
Adapun doa qunut tersebut dilakukan setelah ruku’ atau boleh juga sebelum ruku’. Doa tersebut dibaca keras oleh imam dan diaminkan oleh para makmumnya. Dan boleh mengangkat tangan ketika membaca doa qunut tersebut.
Di antara doa qunut witir yang disyariatkan adalah:
« الَلَّهُمَّ اهْدِناَ فِيْمَنْ هَدَيْتَ،
وَعَافِناَ فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّناَ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ،
وَباَرِكْ لَناَ فِيْماَ أَعْطَيْتَ، وَقِناَ شَرَّ ماَ قَضَيْتَ،
فَإِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ
وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّناَ
وَتَعَالَيْتَ، لاَ مَنْجَا مِنْكَ إِلاَّ إِلَيْكَ »
Maraji’:
- Shohih Muslim
- Qiyaamur Ramadhan li Syaikh Al-Albanyrahimahullah
- Sifat Tarawih Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Sifat Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
- Majalah As-Sunnah Edisi 07/1424H/2003M
- Tata Cara Shalat Malam Nabi oleh Ustadz Arif Syarifuddin, Lc.
Komentar