Keutamaan Baca Sholawat dan Paradigma Lafazh Sayyidina Dalam Sholawat
Ada banyak keutamaan dalam membaca Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW,
dan beberapa di antaranya akan membantu kita nanti setelah terompet
sangkakala, yang akan mengakhiri dunia berbunyi dan kita kembali
dibangkitkan.
Beberapa dari manfaat membaca Sholawat Nabi juga, akan memiliki efek
kepada hidup kita di dunia yang hanya sementara ini. Karena itulah, kali
ini kita akan membahas kebaikannya dan semoga bisa diterapkan di
kehidupan kita sehari-hari.
Membaca Sholawat Nabi memberi beberapa manfaat, dan manfaat tersebut
adalah salah satu alasan mengapa beberapa orang gemar membaca Sholawat
berkali-kali, kapanpun mereka mendapatkan kesempatan.
Terus apakah ada dalil yang memerintahkan untuk membaca shalawat? adapun
dalil yang memerintahkan untuk membaca shalawat, anda bisa membaca
dalil tersebut dibawah ini
Dalil Perintah Membaca Shalawat
Dalil Qur'an
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya, bershalawat atas Nabi,
wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan
ucapkan salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab 56).
Dalil Hadist:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : لا
تجعلوا بيوتكم ولا تجعلوا قبري عيدا و صلوا عليّ فإنّ صلاتكم تبلغني حيث
كنتم
Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian
menjadikan rumah-rumah kalian kuburan, dan janganlah kalian menjadikan
kuburanku sebagai tempat perayaan, bersholawatlah kepadaku karena
sesungguhnya ucapan sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun
kalian berada.” [HR.Abu Daud no.2044 dengan sanad hasan]
Sebelum Allah memerintah umat Rasulullah Saw untuk bersalawat, Allah
terlebih dahulu bersalawat secara terus-menerus kepada Rasulullah Saw
dan para malaikat, sebagaimana dalam firman Allah yang artinya:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.
Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya" (al-Ahzab: 56)
Makna salawat ini memiliki beragam makna. Sahabat Abdullah bin Abbas
menafsiri salawat dari Allah dan Malaikat bermakna mendoakan keberkahan
kepada Rasulullah. Sementara Abu al-Aliyah menafsiri: "Salawat dari
Allah artinya Allah memuji Rasulullah di hadapan malaikatnya. Dan
salawat dari malaikat artinya adalah doa" (Diriwayatkan oleh al-Bukhari
dalam kitab Sahih-nya)
Dan ada penafsiran dari ulama yang lain, bahwa: "Salawat dari Allah
adalah rahmat, dari Malaikat adalah permintaan ampunan, dan dari umatnya
adalah bermakna sebagai doa" (Syaikh al-Baghawi dalam Syarah as-Sunnah
3/189)
Malaikat Mencari Orang yang Bersalawat
Rasulullah Saw bersabda:
إن لله ملائكة سياحين يبلغون عن أمتي السلام
"Inna lillahi malaaikatan sayyaahiina fil ardli yuballighuunii min
ummatii as-salaama", yang artinya: "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat
yang berkeliling di bumi, menyampaikan salam dari ummatku", (HR Ahmad,
an-Nasai dan Ibnu Hibban dengan sanad yang sahih)
Disamping itu ada pula malaikat di dekat makam Nabi yang menyampaikannya. Rasulullah Saw bersabda:
أكثروا الصلاة علي فإن الله وكل بي ملكا عند قبري فإذا صلى علي رجل من
أمتي قال : ذلك الملك يا محمد إن فلان بن فلان صلى عليك الساعة
"Aktsiruu ash-shalaata 'alayya, fa inna Allaha wakkala bii malakan 'inda
qabrii fa idza shallaa 'alayya rajulun min ummatii qaala lii dzaalika
al-malaku: Yaa Muhammad inna fulaan ibna fulaan shalla 'alaika
as-saa'ata", artinya: "Perbanyaklah membaca salawat kepadaku. Sebab
Allah telah mewakilkan malaikat kepada ku di dekat kuburku. Jika ada
seseorang dari umatku yang bersalawat, maka malaikat itu berkata kepada
ku: Wahai Muhammad, sesungguhnya fulan bin fulan telah bersalawat
kepadamu saat ini" (HR ad-Dailami dalam Musnad al-Firdaus, bahkan hadis
ini dinilai hasan dalam as-Silsilah ash-Shahihat)
Rasulullah Saw Menjawab Salam
Rasulullah Saw bersabda:
ما من أحد يسلم على إلا رد الله على روحى
"Maa min ahadin yusallimu 'alayya illa radda Allahu 'alayya ruuhii
hattaa arudda 'alaihi as-salaama", artinya: "Tidak seorangpun yang
mengucap salam kepadaku kecuali Allah mengembalikah ruh kepadaku hingga
aku menjawab salamm kepadanya" (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah.
Disahihkan oleh Ibnu Hajar)
Berdasarkan hadis ini, Ruh Rasulullah Saw tidak pernah keluar dari
jasadnya, karena setiap saat pasti ada seorang umat beliau yang
bersalawat. Bahkan dalam 4 Madzhab kesemuanya menyebut bacaan salawat
kepada Rasulullah Saw di Tasyahhud yang terakhir. Hidupnya Rasulullah di
alam Barzakh ini dijelaskan dalam hadis lain: "al-anbiyaau ahyaaun fi
qubuurihim yushalluna", artinya: "Para Nabi hidup di dalam kuburnya,
seraya melakukan salat" (HR al-Baihaqi dan Abu Ya'la. Syaikh Albani
tidak mampu menilainya dlaif dan berkata: Hadis ini sahih)
Rasulullah Mendoakan Umatnya
Rasulullah Saw bersabda: Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang
berkeliling (di bumi), menyampaikan salam dari ummatku. Rasulullah juga
bersabda: Hidupku lebih baik bagi kalian. Wafatku juga lebih baik bagi
kalian. Amal-amal kalian diperlihatkan kepadaku. Jika saya melihatnya
amal baik, maka saya memuji kepada Allah. Dan jika saya melihatnya amal
yang buruk, maka saya memintakan ampunan kepada Allah untuk kalian" (HR
Al-Bazzar dari Abdullah bin Mas'ud, dengan sanad yang sahih)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubeliau berkata bahwa Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَن صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah
akan bershalawat baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan
(dosa)nya, serta ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga
kelak)”
Makna shalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta
kepada Allah Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau shallallahu
‘alaihi wa sallamdi dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan
penyebutan (nama) beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan
agama dan mengokohkan syariat Islam yang beliau bawa. Dan di akhirat
dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan menampakkan
keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk
Makna shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan
rahmat, pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya. Ada
juga yang mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk
mengeluarkan hamba-Nya dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya
(petunjuk-Nya), sebagaimana dalam firman-Nya,
{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ
الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}
“Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai manusia) dan malaikat-Nya
(dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang
kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).
Sabda Nabi Muhammad Saw:
أربع من الجَفَاءِ أن يبول الرجل وهو قائم، وأن يمسح جبهته قبل أن يفرغ من
الصلاة، وأن يسمع النداء فلا يشهد مثل ما يشهد المؤذّن، وأن أذكر عنده فلا
يصلي عليّ. (رواه البزار والطبراني)
Artinya:
“Empat perbuatan termasuk perbuatan yang tidak terpuji, yaitu (1) bila
seseorang buang air kecil sambil berdiri, (2) seseorang yang mengusap
dahinya sebelum selesai dari shalat, (3). Seseorang yang mendengar adzan
tetapi ia tidak menirukan seperti yang diucapkan muadzin, (4) seseorang
yang apabila mendengar namaku disebut, tetapi ia tidak membacakan
shalawat atasku. (HR. Bazzar dan Tabhrani)
Dalam ibadah sehari-hari, sebenarnya ada sebuah perbuatan ringan yang
apabila kita lakukan mendatangkan akibat yang maha dahsyat, dan apabila
kita tinggalkan maka kita termasuk golongan orang yang tidak berbalas
budi.
Pada saat kita telah diberi bantuan oleh orang lain, sudahlah pasti akan
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga, atau mungkin mengucapkan
doa untuk kebaikannya. Begitu pula dengan Rasulullah Saw yang telah
mengeluarkan kita dari lembah kegelapan menuju alam terang benderang,
maka sudahlah pantas bagi kita untuk selalu mengucapkan sholawat dan
salam atas beliau, sebagai ungkapan rasa terima kasih dan kecintaan kita
atas segala jasa dan perjuangan yang tak tertandingi di alam jagad ini.
Dalam ibadah-ibadah lain, Allah Swt memerintahkan kepada hamba-hambaNya
untuk mengerjakannya, namun khusus dalam perintah membaca shalawat,
Allah Swt menyebutkan bahwa Allah sendiri bershalawat atasnya, kemudian
memerintahkan kepada malaikatNya, baru kemudian pada orang-orang yang
beriman untuk bershalawat atasnya. Dengan hal ini semakin menunjukkan
bahwasanya melakukan shalawat atas Nabi muhammad saw, tidak cuma sekedar
ungkapan terima kasih, tetapi ia juga menjadi ibadah yang utama.
Bila kita ingin mengetahui bahwa sholawat termasuk ibadah yang utama,
maka perhatikan dan renungkan firman Allah Swt dalam al-Quran:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya, bershalawat atas Nabi,
wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan
ucapkan salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab 56).
Dari ayat tersebut kita mengetahui, Allah Swt saja sang Pencipta jagad
raya dan mahkluk seluruh dunia termasuk diri kita yang kecil ini, mau
bershalawat terhadap Nabi Muhammad Saw, dan juga para malaikat yang
telah dijamin tak akan berbuat kesalahan turut bershalawat terhadap
nabi, mengapa diri kita yang telah diselamatkan beliau masih melupakan
ibadah yang teramat mulia ini. Sesungguhnya perbuatan seseorang
menunjukkan pada perangai dirinya.
سيرة المرء تنبأ عن سريرته
Shalawat adalah sebuah ibadah yang tidak berbatas alam, jarak ataupun
waktu. Artinya bila diucapkan maka akan menembus alam langit yang sangat
jauh, didengar para malaikat, lalu turut menyampaikan doa bagi manusia
yang mengucapkannya, dan menembus Alam kubur menyampaikan salam yang
diucapkan manusia kepada Nabi Muhammad Saw.
Nabi Saw bersabda:
ما منكم من أحدٍ سلّم علي إذا متُّ إلا جاءني جبريل فقال جبريل يا محمد هذا
فلان ابن فلان يُقرئك السلام، فأقول وعليه السلام ورحمة الله وبركاته.
(رواه أبو داود).
Artinya:
“Tidak ada salah seorang di antara kamu yang mengucapkan salam kepadaku
sesudah aku mati melainkan malaikat jibril datang kepadaku seraya
mengucapkan: ‘wahai Muhammad, ini Fulan bin Fulan mengucapkan salam
untukmu, maka aku menjawab: “dan atasnya salam dan rahmat serta berkah
dari Allah”. (HR. Abu Daud)
عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا
اَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ مَنْ صَلَّى
عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا رواه مسلم ،
Sesungguhnya Abdillah bin Amr bin Al Ash RA mendengar Rosulullah SAW
bersabda “Barang siapa yang membaca sholawat sekali saja, Allah SWT akan
memberi rahmat padanya sebanyak sepuluh kali”
Dalam kitab Al Fawaid Al Mukhtaroh, Syaikh Abdul Wahhab Asy Sya’roni meriwayatkan bahwa Abul Mawahib Asy Syadzily berkata
رَأَيْتُ سَيِّدَ الْعَالَمِيْنَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ صَلاَةُ اللهِ عَشْرًا لِمَنْ صَلَّى
عَلَيْكَ مَرَّةً وَاحِدَةً هَلْ ذَلِكَ لِمَنْ حَاضَرَ الْقَلْبَ ؟
Aku pernah bermimpi bertemu Baginda Nabi Muhammad SAW, aku bertanya “Ada
hadis yang menjelaskan sepuluh rahmat Allah diberikan bagi orang yang
berkenan membaca sholawat, apakah dengan syarat saat membaca harus
dengan hati hadir dan memahami artinya?”
قَالَ لاَ، بَلْ هُوَ لِكُلِّ مُصَلٍّ عَلَيَّ وَلَوْ غَافِلاً
Kemudian Nabi menjawab “Bukan, bahkan itu diberikan bagi siapa saja yang
membaca shalawat meski tidak faham arti shalawat yang ia baca”
Allah Ta’ala memerintahkan malaikat untuk selalu memohonkan do’a
kebaikan dan memintakan ampun bagi orang tersebut. Terlebih jika ia
membaca dengan hati hadir, pasti pahalanya sangat besar, hanya Allah
yang mengetahuinya.
Bahkan, ada sebuah keterangan apabila kita berdo’a tidak dimulai dengan
memuja Allah Ta’ala, tanpa membaca shalawat, kita disebut sebagai orang
yang terburu-buru.
عن فَصَالَةَ بن عُبَيدْ رضى الله عنهما قَالَ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صلى
الله عليه وسلم رَجُلاً يَدْعُوْ فِىْ صَلاَتِهِ لَمْ يَحْمَدِ اللهَ
تَعَالَى وَلَمْ يُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم عَجَّلَ
هَذَا،
Baginda Nabi mendengar ada seseorang yang sedang berdo’a tapi tidak
dibuka dengan memuja Allah ta’ala dan tanpa membaca shalawat, Nabi
berkata “orang ini terburu-buru”
ثُمَّ دَعَاهُ فَقَالَ لَهُ اَوْ لِغَيْرِهِ اِذَا صَلَّى اَحَدُكُمْ
فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيْدِ رَبِّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَالثَّنَاءِ
عَلَيْهِ ثُمَّ يُصَلِّى عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثُمَّ يَدْعُوْ بَعْدُ بِمَا شَاءَ، رواه ابو داود والترمذى وقال حديث
صحيح.
Kemudian Baginda Nabi mengundang orang itu, lalu ia atau orang lainnya
dinasehati “jika diantara kalian berdo’a, maka harus diberi pujian
kepada Allah SWT, membaca shalawat, lalu berdoalah sesuai dengan apa
yang dikehendaki”
Apalagi jika bertepatan pada hari Jum’at, maka perbanyaklah membaca shalawat di dalamnya.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إِنَّ مِنْ اَفْضَلِ اَيَّامِكُمْ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ فَاَكْثِرُوْا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيْهِ فَاِنَّ
صَلاَتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ رواه ابو داود.
Sabda Rasulullah SAW “Hari yang paling mulia adalah hari Jum’at, maka
perbanyaklah shalawat di hari itu, karena shalawat kalian dihaturkan
kepangkuanku”.
Ulama’ sepakat bahwa shalawat pasti diterima, karena dalam rangka memuliakan Rasulullah SAW. Ada penyair yang berkata
أَدِمِ الصَّلاَةَ عَلَى مُحَمَّدٍ فَقَبُوْلُهَا حَتْمًا بِغَيْرِ تَرَدُّدٍ
أَعْمَالُنَا بَيْنَ الْقَبُوْلِ وَرَدِّهَا اِلاَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ
Bacalah shalawat selalu, sebab shalawat pasti diterima.
Adapun amal yang lain mungkin saja diterima dan mungkin ditolak, kecuali shalawat. Shalawat pasti diterima.
Supaya doa berhasil dan terkabul maka saat berdoa kita harus dengan adab
dan tata cara yang tepat yaitu dimulai dengan memuji Allah SWT dan
membaca shalawat.
Lalu apa fadhilah mengucapkan shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad Saw?
Barangsiapa bersholawat kepada Nabi Muhammad, berarti ia telah melaksanakan perintah Allah ta’ala di dalam firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan
ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. (QS. Al-Ahzab: 56)
Makna sholawat Allah kepada Nabi dan hamba-Nya ialah pujian dan
sanjungan Allah kepadanya di hadapan para malaikat yang mulia yang
berada di sisi-Nya. Sedangkan makna sholawat Para malaikat kepada Nabi
dan orang-orang yang beriman ialah Doa. Maksudnya para malaikat
mendoakan kebaikan dan memohonkan ampunan kepada Allah bagi Nabi
shallallahu alai wasallam dan kaum mukminin.
Ada beberapa riwayat dari hadist Rasulullah Saw, Atsar sahabat
Radiallahu anhum dan pengalaman beberapa ulama yang mengisyaratkan
imbalan bagi mereka yang mau bershalawat.
1). Shalawat membersihkan dosa
Sabda Nabi Saw:
صلّو عليّ فإن الصلاة علي زكاةٌ لكم واسألوا الله لي الوسيلة، قالوا وما
الوسيلة يا رسول الله؟ قال: أعلى درجةٍ في الجنة لا ينالها إلا رجلٌ واحدٌ
وأنا ارجو أن يكون أنا هو. (رواه أحمد في مسنده)
“bacalah shalawat atasku karena sesungguhnya shalawat atasku
membersihkan dosa-dosamu, dan mintalah kepada Allah untukku wasilah”.
Para sahabat bertanya: “apakah wasilah itu?” beliau menjawab: “derajat
yang paling tinggi di sorga yang hanya seorang saja yang akan
memperolehnya dan aku berharap semoga akulah orang yang memperolehnya”.
2). Shalawat berpahala sepuluh rahmat Allah dan menghapus sepuluh kesalahan
Sabda Nabi Saw:
من صلّى علي صلاةً واحدة صلى الله عليه عشر صلوات وحطّ عنه عشر خطيآت (رواه النسائي)
“barangsiapa yang membaca shalawat atasku satu shalawat maka Allah akan
menurunkan sepuluh rahmat kepadanya dan menghapus sepuluh kesalahannya”
(HR. Nasai)
3). Dikabulkan hajat di dunia dan akhirat
Sabda beliau Saw:
من صلى علي في اليوم مائةَ مرّةٍ قضى الله له مائةَ حاجةٍ، سبعين منها في الآخرة وثلاثين في الدنيا
“barangsiapa yang membacakan shalawat untukku pada suatu hari seratus
kali, maka Allah akan memenuhi seratus hajatnya, 70 di antaranya nanti
di akhirat dan 30 di dunia. (Kitab Jam’ul Jawami’, Hal: 796)
4). Terangkatnya derajat manusia
Sabda beliau Saw:
من صلى عليّ من أمتي مخلصاًَ من قَلبِه صلاةً واحدةً صلّى اللهُ عليه عشر صلواتٍ ورفع عشر درجاتٍ ومحا عنه عشر سيئاتٍ. (رواه النسائ)
“barangsiapa di antara umatku yang membacakan shalawat atasku satu kali
dengan ikhlas dari lubuk hatinya, maka Allah menurunkan sepuluh rahmat
kepadanya, mengangkat sepuluh derajat kepadanya, dan menghapus sepuluh
kesalahan”. (HR. Nasai)
5). Menjadikan doa cepat terkabul
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ إِنَّ الدُّعَاءَ مَوْقُوْفٌ بَيْنَ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا يَصْعَدُ مِنْهُ شَيْءٌ حَتَّى تُصَلِّيَ عَلَى
نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bahwasanya Umar bin Khattab Ra berkata: “Saya mendengar bahwa doa itu
ditahan diantara langit dan bumi, tidak akan dapat naik, sehingga
dibacakan shalawat atas nabi Muhammad Saw”. (Atsar Hasan, Riwayat
Tirmidzi)
Dan keterangan dalam hadits lain
وَصَلُّوْا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِيْ حَيْثُ كُنْتُمْ
“Bershalawatlah kepadaku, sesungguhnya shalawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada." (HR. Abu Dawud)
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَكْثِرُوْا
عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيْهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوْضَةٌ عَلَيَّ
قَالَ فَقَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَكَيْفَ تُعْرَضُ صَلَاتُنَا
عَلَيْكَ وَقَدْ أَرَمْتَ قَالَ يَقُوْلُوْنَ بَلِيْتَ قَالَ إِنَّ اللهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ
"Sesungguhnya Hari Jum'at adalah di antara hari-hari kalian yang
terbaik, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena
sesungguhnya shalawat kalian disampaikan kepadaku." Para sahabat
bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami disampaikan
kepadamu, sementara engkau telah meninggal dunia?” Beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala telah mengharamkan bumi atas
jasad para Nabi" (HR. Abu Dawud)
أَوْلَى النَّاسِ بِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلَاةً
"Orang yang paling dekat denganku pada hari Kiamat adalah yang paling banyak bershalawat kepadaku." (HR. Tirmidzi)
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصَلِّيْ عَلَيَّ إِلَّا صَلَّتْ عَلَيْهِ
الْمَلَائِكَةُ مَا صَلَّى عَلَيَّ فَلْيُقِلَّ الْعَبْدُ مِنْ ذَلِكَ أَوْ
لِيُكْثِرْ
"Tidaklah seorang muslim bershalawat kepadaku kecuali para malaikat akan
bershalawat kepadanya sebagaimana ia bershalawat kepadaku, maka
ucapkanlah shalawat baik sedikit maupun banyak. " (HR. Ibnu Majah)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ نَسِيَ الصَّلَاةَ عَلَيَّ خَطِئَ طَرِيْقَ الْجَنَّةِ
"Barangsiapa lupa bershalawat kepadaku, maka ia akan keliru menempuh jalan ke surga." (HR. Ibnu Majah)
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
"Barangsiapa bershalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali." (HR. Muslim)
قَالُوْا صَلَاةُ الرَّبِّ اَلرَّحْمَةُ وَصَلَاةُ الْمَلَائِكَةِ اَلْأِسْتِغْفَارُ
“Para sahabat Nabi berkata; (maksud dari) shalawatnya Rabb (Allah)
adalah rahmat, dan shalawatnya para malaikat adalah istighfar (memohon
ampunan)”. (HR. Tirmidzi)
الْبَخِيْلُ الَّذِيْ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ
"Orang yang kikir adalah orang yang apabila namaku disebut di hadapannya
maka ia tidak mengucapkan shalawat kepadaku." (HR. Tirmidzi)
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ
أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانُ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ
يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ
الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلَاهُ الْجَنَّةَ
"Celakalah seseorang, aku disebut-sebut di depannya dan ia tidak
mengucapkan shalawat kepadaku. dan celakalah seseorang, bulan Ramadhan
menemuinya kemudian pergi sebelum ia mendapatkan ampunan, dan celakalah
seseorang yang kedua orang tuanya berusia lanjut namun kedua orangtuanya
tidak dapat memasukkannya ke dalam surga (karena kebaikannya)." (HR.
Tirmidzi)
إِذَا صَلَّيْتُمْ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَأَحْسِنُوا الصَّلَاةَ عَلَيْهِ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُوْنَ لَعَلَّ
ذَلِكَ يُعْرَضُ عَلَيْهِ
"Jika kalian membaca shalawat kepada Rasulullah saw. maka baguskanlah,
sebab kalian tidak tahu, bisa jadi shalawat itu dihadirkan di hadapannya
(Rasulullah saw.).” (HR. Ibnu Majah)
أَكْثِرُوا الصَّلَاةَ عَلَيَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَإِنَّهُ مَشْهُوْدٌ
تَشْهَدُهُ الْمَلَائِكَةُ وَإِنَّ أَحَدًا لَنْ يُصَلِّيَ عَلَيَّ إِلَّا
عُرِضَتْ عَلَيَّ صَلَاتُهُ حَتَّى يَفْرُغَ
"Perbanyaklah bershalawat kepadaku pada hari Jum'at, sesungguhnya ia
disaksikan, para Malaikat juga menyaksikannya. Sungguh, sekali-kali
tidaklah salah seorang dari kalian bershalawat kepadaku kecuali
shalawatnya akan diperlihatkan kepadaku hingga dia selesai membaca
shalawatnya." (HR. Ibnu Majah)
Dari Abu Ad-Darda Radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِينَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أَدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang bersholawat kepadaku di pagi hari 10 kali dan di sore
hari 10 kali, maka dia akan mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.”
(HR. ath-Thabrani dan dinyatakan Basan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab
Shahihul Jami’).
Paradigma kalimah Sayyidina
Dalam mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad ditambah dengan lafaz
”sayyidina”. Dalam membaca tambahan ini sebenarnya dari dulu sudah ada,
tapi sekarang muncul fatwa-fatwa yang mengatakan bahwa membaca
“sayyidina” dalam mengucapkan shalawat kepada Nabi, tidak baik, bahkan
ada yang membid`ahkan orang yang melakukannya.
Pengertian dan Hakekat ”Sayyidina”
Kata ”Sayyidina” berasal dari bahasa Arab, merupakan gabungan kata
”Sayyid” (penghulu) dan ”na” dari ”nahnu” berupa kepemilikan (kami/
kita). Bila ada orang yang diberi predikat ”Penghulu”, maka orang
tersebut adalah dimuliakan dalam suatu kelompok manusia dan orang yang
dijadikan ikutan dan pemimpin dalam segala urusan.
Nabi Muhammad SAW yang diberi sanjungan dengan lafaz ”Sayyidina”
berkonotasi pada martabat dan kedudukan dari ”Penghulu” bagi orang
mengucapkannya. Lafaz ”sayyidina” itu merupakan maksud bahwa Nabi
Muhammad adalah orang yang kita muliakan, yang kita hormati, yang kita
junjung tinggi, dan yang kita jadikan pimpinan dan ikutan lahir bathin,
dunia akhirat.
Hakekat dari lafaz ”Sayyidina” pada ungkapan “sayyidina Muhammad”, baik
ditambah pada shalawat ataupun saat menyebut namanya adalah bukti dari
kita memuliakan beliau sebaik-baiknya dan mengangkat derajat beliau
setinggi-tingginya, sesuai dengan kedudukan beliau yang sebenarnya.
Paradigma hukum ”Sayyidina”
Lafaz ”Sayyidina” sebelum mengucapkan nama Nabi Muhammad SAW terdapat
perbedaan ulama dalam membolehkannya dan menidaknya, sehingga terdapat
minimal dua pendapat.Pertama: Membaca “sayyidina” sebelum nama Nabi
Muhammad SAW dalam shalawat adalah afdhal, yakni lebih baik karena itu
berarti memuliakan dan menghormati Nabi SAW. Menambahkan “sayyidina” itu
dalam shalawat, merupakan suatu perbuatan yang bernilai melaksanakan
perintah Nabi dan pula telah mengucapkan yang benar, yaitu berbicara
secara sopan dan beradab. Menambahkan “sayyidina” dan “maulana”, dan
lain-lain perkataan yang menyatakan menghormati, memuliakan serta
membesarkan Nabi dalam mengucapkan shalawat untuk penghulu kita Nabi
Muhammad Saw. Mengucapkan lebih baik dari pada meninggalkan. Ungkapan
seperti ini banyak terdapat dalam mazhab Syafi`i. Kedua: Membaca
”Sayyidina” sebelum nama Nabi MuhammadSAW dalam segala hal, baik
shalawat atau tidak, adalah dilarang dan termasuk dalam perbuatan
bid`ah, sebab Nabi Muhammad SAWmelarang memanggilnya dengan kata
”sayyid”.
Paradigma yang kita hadapi dalam ini lafaz ”Sayyidina” sebelum nama Nabi
Muhammad adalah pemahaman-pemahaman yang berkaitan dari maksud dan
tujuan dalam mengucapkannya. Pendapat yang membid`ahkannya berdalil pada
tidak adanya anjuran Rasulullah dan hadits yang menyatakan setiap
perbuatan yang belum ada contoh dari Nabi SAW adalah bid`ah dan setiap
bid`ah adalah sesat.Sedangkan pendapat yang membolehkannya, bahkan dalam
mazhab Syafi`i dikatakan afdhal, berkutat pada pemahaman dalil-dalil
yang bersifat umum, diantaranya dalam surat Al- A’raf: 157 yang artinya:
”Maka mereka yang beriman pada Nabi, memuliakannya, menolongnya, dan
mengikuti Qur’an yang diturunkan kepadanya, mereka itulah yang beruntung
mendapat kemenangan”. (Surat al-A`raf : 157).
Dasar kesimpulan pemahaman adalah Orang yang memuliakan NabiSAW
merupakan orang yang akan dapat kemenangan dan keberuntungan. Membaca
“sayyidina” adalah dalam rangka memuliakan Nabi Muhammad yang mulia.
”Janganlah kamu memanggil Rasul dengan sebagaimana panggilan sesama
kamu”. (Surat al-Nur ayat 63: ).
Dasar pemahaman adalah Ayat ini menyatakan bahwa memanggil Nabi Muhammad
SAW haruslah secara terhormat dan sopan, misalnya dengan: ya
Rasulullah! Jangan dengan: ya Muhammad saja.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
SAWbersabda: ”Saya penghulu anak Adam pada hari kiamat. Orang yang
paling dahulu muncul dari kubur, orang yang paling dahulu memberi
syafa’at dan orang yang paling dahulu dibenarkan memberi syafa’at”. (HR.
Imam Muslim dan Abu Daud). Dasar pemahaman dari hadits ini adalah Nabi
Muhammad SAW menyatakan bahwa beliau adalah penghulu anak Adam, dan ini
menunjukkan bahwa membaca sayyidina dalam mengucapkan shalawat adalah
justru dalam rangka mengamalkan apa yang dikatakannya.
Dalam hal ini, Imam al-Nawawi mengemukakan pemahaman hadits ini dengan ketentuan:
(1). Nabi Muhammad itu adalah “sayyid”, yakni penghulu anak adam
seluruhnya didunia dan akhirat. Kepenghuluan beliau sangat tampak pada
alam akhirat dengan tunduk dan menghormatnya seluruh makhluk kepada
beliau.
(2). Nabi Muhammad menyatakan dirinya sebagai penghulu anak Adam,
mengandung maksud dan tujuan yaitu: Mengabarkan yang benar yang mesti
dikabarkan kepada ummat supaya mereka mengetahui, mengi’tiqadkan,
menyesuaikan amal pekerjaan dengan hal itu, dan menghormati beliau. Juga
menjalankan perintah Allah.
Bila kita lihat dengan kaca mata yang dinamis tentang persoalan membaca
lafaz ”Sayyidina” sudah terjadi perbedaan itu semenjak dulu. Namun
terjadi pada masa sekarang saling salah menyalahkan atau membenarkan
pendapatnya dan yang lain tidak benar merupakan sebuah kepicikan.
Padahal dari segi kedalaman ilmu, nyaris hari ini tidak ada lagi sosok
seperti mereka. Kalau pun kita tidak setuju dengan salah satu pendapat
mereka, bukan berarti kita harus mencaci maki orang yang mengikuti
pendapat itu sekarang ini. Sebab mereka hanya mengikuti fatwa para ulama
yang mereka yakini kebenarannya. Dan selama fatwa itu lahir dari
ijtihad para ulama sekaliber fuqaha mazhab, kita tidak mungkin
menghinanya begitu saja.
Adab yang baik adalah kita menghargai dan mengormati hasil ijtihad itu.
Dan tentunya juga menghargai mereka yang menggunakan fatwa itu di masa
sekarang ini. Lagi pula, perbedaan ini bukan perbedaan dari segi aqidah
yang merusak iman, melainkan hanya masalah kecil, atau hanya berupa
cabang-cabang agama.
Tidak perlu kita sampai meneriakkan pendapat yang berbeda dengan pendapat kita sebagai tukang bid’ah.
Wallahu A’lamu bi Muradih
Komentar